Suasana workshop di SMAI Baiturrahman. (ist) |
SARERHEA.COM - SMA Islam Baiturrahman Ketupat Raas Sumenep menggelar workshop dan pendampingan implementasi kurikulum merdeka kepada guru-guru tingkat SMA se-Kecamatan Raas, Selasa (27/9/2022).
Acara tersebut bekerja sama dengan Perkumpulan Ilmuwan Sosial Humaniora Indonesia (PISHI).
Turut hadir sejumlah akademisi bergelar doktor dari berbagai perguruan tinggi yang menjadi pemateri.
Baca Juga: Jadwal Tayang One Piece Film: Red di Bogor 24 September 2022 CGV dan Cinepolis
Kepala SMA Islam Baiturrahman, Muhdar mengaku, banyak guru yang masih belum memahami Kurikulum Merdeka sehingga memunculkan beragam pertanyaan.
"Banyak pertanyaan yang muncul dalam benak kita mengenai Kurikulum Merdeka. Apalagi ini merupakan hal baru. Berbagai pertanyaan tersebut silahkan disampaikan di sini," ujarnya saat menyampaikan sambutan.
Muhdar berharap dengan diselenggarakannya acara tersebut dapat membuka wawasan para guru, khususnya yang berada di Kecamatan Raas.
"Semoga acara ini bisa menjawab segala pertanyaan itu dan mebuka wawasan kita semua," pungkasnya.
Salah satu pemateri, Dr. Ida Soekawati, M.Hum. menyebutkan, tidak ada perbedaan yang mendasar antara Kurikulum Merdeka dan Kurikulum 2013.
"Sebenarnya Kurikulum Merdeka ini secara muatan materinya sama dengan Kurikulum 2013, hanya beda pengemasan atau templatenya. Jadi, bapak ibu tidak perlu bingung," ungkapnya.
Baca Juga: Apa yang Dilakukan Gajah? Kunci Jawaban Bahasa Indonesia Kelas 1 SD Halaman 146 Nomor 1-5
Dosen Universitas Darul Ulum Lamongan itu juga menyoroti beberapa istilah yang terdapat dalam Kurikulum Merdeka dan membandingkan dengan Kurikulum 2013.
"Sebagai contoh, di Kurikulum Merdeka ada istilah modul ajar. Sebetulnya itu sama saja dengan RPP di Kurikulum 2013. Ada juga istilah indikator assessment yang pada kurikulum sebelumnya kita kenal indikator soal," jelas Ida.
Kemudian pemateri lain, Dr. Siti Maesaroh, M.Pd. menjelaskan sisi baik dari Kurikulum Merdeka yang secara penuh memberikan kebebasan kepada para guru untuk mengeksplorasi cara pembelajaran.
"Sesuai namanya, kurikulum ini merdeka atau kita bebas memilih cara pembelajaran seperti apa yang akan digunakan sesuai dengan kondisi sosial dan lingkungan di sekolah kita. Siswa di pedesaan tentu tidak bisa disamakan dengan yang berada di perkotaan," ujar Dosen STKIP PGRI Jombang.
Ketua Umum PISHI, Dr. Wadji, M.Pd. berharap program kolaborasi perkumpulannya dengan guru-guru tingkat SMA di Raas dapat terus berlanjut. Tidak hanya sebatas pada acara itu.
"Kami sangat terbuka, nanti jika ada pertanyaan-pertanyaan silahkan disampaikan. Kita terus berkomunikasi," tegasnya.
Dosen asal Malang itu juga menyampaikan, demi kemajuan bersama PISHI siap berkolaborasi dengan siapapun. (red)
Editor: Talhah LA